Title : Never Say Goodbye (2)
Author : Kang Ji Na
Main Cast : Choi Seunghyun (BigBang), Kwon Ji Yong (BigBang), Jung Sae In (OC)
Support Cast : Ah So Rim (OC), Jung Soo In (OC), Jung Eommonim (OC), Kang Dae Sung (BigBang), Dong Tae Yang (BigBang), Lee Seung Ri (BigBang)
Genre : Romance, Friendship, Sad
Rating : 15+ (PG)
Note : -
-Author POV-
Ketika Sunny
dalam perjalanan menuju rumah Sorim, dia bertemu dengan Jiyong yang sedang bermain
gitar di atas bangku kayu.
“Ah,
Seongsaenim.”sapa Jiyong. Sae In langsung kaku dan salah tingkah. Antara senang
dan kesal dipanggil Seongsaenim oleh Jiyong. Senang karena seolah mereka jadi
tampak akrab, kesal karena panggilan ‘seongsaenim’ itu seolah membuatnya tampak
sangat tua.
“Annyeong,”balas
Sae In.
“Mau kemana
siang-siang begini? Apakah kau tidak mengajar?”tanya Jiyong sambil meletakkan
gitas akustiknya perlahan-lahan agar tidak merusaknya.
“Ini sudah
jam 2 siang, anak-anak TK kan pulang jam 1.”jawab Sae In tersenyum geli. Jiyong
melirik ke arah kanan dengan malu.
“Apa malam
ini kau bekerja di restoran lagi?”tanya Jiyong mengalihkan topik.
Sae In
mengrenyitkan dahi. Untuk apa Jiyong bertanya seperti itu? “Tentu saja, jam
setengah 4 nanti aku bekerja di sana.”jawab gadis itu.
“Ah,
begitu.”gumam Jiyong, Sae In tersenyum.
“Kalau
begitu, aku pergi dulu ya?”ujar Sae In pamit, “annyeong,”
“Eo,
Seongsaenim!”panggil Jiyong agak keras, padahal Sae In belum begitu jauh
darinya, “apa kau sibuk untuk 1,5 jam kedepan ini?”
Sae In dan
Jiyong berjalan agak cepat. Mereka menuju ke jalur yang sama dengan restoran
jepang tempat Sae In bekerja sebagai pegawai part time. Jiyong bilang ingin
mengajak Sae In ke suatu tempat dan Sae In setuju. Gadis itu juga mengurungkan
niatnya untuk menemui Sorim dan lebih memilih ikut dengan Jiyong.
Mereka
berhenti di tempat yang mirip harajuku. Tapi sepertinya itu lebih mirip kafe
yang didandani seperti tempat harajuku. Sae In menatap tempat itu dengan agak
keheranan. Tempat itu masih sangat sepi sekarang meskipun ia melihat beberapa
orang menggunakan seragam yang sama mondar-mandir sambil menyiapkan meja dan
kursi yang awalnya dinaikkan ke atas meja.
“Malam ini
aku akan tampil, sekitar jam 10-an. Kalau setelah kerja kau masih cukup kuat
untuk datang, dan jika kau berkenan….”ujar Jiyong sengaja menghentikan
kalimatnya. Sae In langsung mengerti. Dia tidak mau membuat Jiyong kecewa.
“Akan
kuusahakan untuk datang.”balas Sae In.
“Ah, gomawo.”
“Kau sudah
melihatku berpakaian seperti guru TK dan melihatku menjadi pelayan part-time di
restoran jepang. Sekarang giliranku melihatmu sebagai seorang musisi.”
“Memang
sekarang kau melihatku sebagai apa?”
“Aku
melihatmu sebagai Kwon Ji Yong.”ujar Sae In. Jiyong tampak terpana dengan
jawaban Sae In, “kata ibuku dulu, seseorang bisa jadi dua pribadi yang sangat
berbeda di tempat yang berbeda pula. Seperti contohnya Taeyang, dia selalu
tampil ramah dan menyenangkan di restoran pizza, berubah menjadi keren dan
tampak penuh talenta di toko kaset dan menjadi orang paling lucu di depanku.
Mungkin saja, saat kau bersamaku sekarang dan saat kau menyanyi di atas
panggung kau akan tampak berbeda.”
Jiyong tidak
mengalihkan pandangannya dari Sae In. hal ini membuat Sae In tertunduk malu,
dan tiba-tiba ia mengingat Seung Hyun. Wajahnya muram.
“Aku tidak
pernah memperhatikan hal itu.”ujar Jiyong mengaku.
“Hal itu
memang tidak penting untuk diperhatikan.”timpal Sae In. namun Jiyong justru
menggelengkan kepala.
“Tidak, itu
hal yang sangat menarik untuk diperhatikan. Bayangkan kau bisa memperhatikan
banyak hal di dunia ini. Aku selalu memikirkan apa-apa saja yang bisa
kuperhatikan dengan jelas karena itu akan sangat menarik. Tapi tidak pernah
terpikir olehku untuk memperhatikan kepribadian seseorang di tempat-tempat yang
berbeda. Mungkin karena aku kurang kurang tertarik menyinggung soal profesi.”
“Kau pulang
cepat malam ini.”sindir Seungri dari balik pintu kamar ganti wanita. Sebenarnya
hal ini tidak boleh dilakukan. Tapi karena Sae In satu-satunya gadis yang ada
di sana dan dia sudah selesai merapikan barangnya, Seungri memberanikan diri
untuk berdiri di depan pintu kamar ganti wanita, menyindir Sae In.
Sae In diam
saja. Dia juga merasa agak tidak enak dengan Seungri karena bagaimanapun juga
sepertinya Seungrilah yang paling tidak setuju adanya hubungan special antara
Sae In dan Jiyong.
“Apa dia
mengajakmu kencan lagi?”tanya Seungri.
“Bukan
urusanmu, Seungri.”jawab Sae In segera memasukkan handphonenya ke dalam tas dan
keluar dari kamar ganti wanita. Dia melewati Seungri tanpa menatap cowok itu.
Namun tiba-tiba Seungri menarik tangan Sae In.
Seungri mulai
bicara tanpa memandang Sae In, sama seperti apa yang gadis itu lakukan
sekarang, mereka tidak saling menoleh, “Sunny-a, kau harus ingat kalau kau
adalah gadis yang sudah bertunangan. Kau sudah menjadi milik seseorang.”
“Seunghyun
meninggalkanku,”ujar Sae In merasa pedih, “dia tidak pernah menghubungiku lagi.”
rasanya ia ingin menangis tapi gadis itu sekuat tenaga menahannya.
“Kau yang
bilang sendiri kalau hyung sibuk.”Seungri membalas Sae In. kini dia berbalik
untuk menegaskan pada Sae In bahwa gadis itu tidak boleh bersama Jiyong.
Sae In membanting
tangan Seungri dan membuat genggaman Seungri terlepas, “Apa yang bisa dilakukan
seorang wanita putus asa yang sudah bertunangan selama 2 tahun tapi justru
selama 2 tahun itu tidak pernah melihat tunangannya secara langsung sama
sekali? Seungri, wanita itu tidak pernah menyentuh pria manapun di dunia ini
untuk tunangannya yang wanita itu sendiri tidak tau apakah tunangannya bersama
wanita lain di sana atau tidak.”
“Sae
In-ah!”bentak Seungri menghentikan kata-kata Sae In, “kenapa kau mengatakan hal
seburuk itu?! Aku mengenal Seunghyun-hyung sejak lama, dia tidak akan pernah
menduakanmu. Kau yang menduakannya!”
-Jiyong POV-
Gadis yang
kutunggu-tunggu itu belum juga datang dan 5 menit lagi aku akan mulai perform.
Rasanya semua ini benar-benar menurunkan moodku. Padahal tadi siang aku sudah
senang sekali bisa bicara banyak dengannya dan bertukar pikiran dengannya
tentang dunia. Sekarang semua kesenangan itu tampak sirna bersama angin malam.
Aku
melangkahkan kakiku ke atas panggung kecil di depan kafe itu. Para gadis
menatapku seperti biasa. Sebenarnya ini adalah salah satu hal yang kusuka. Tapi
diantara gadis-gadis yang memandangku itu, tidak ada Sae In. hal itu tidak
membuatku naik mood sama sekali.
Ketika aku
mulai memetik gitarku dan memainkan intro, aku melihat Sae In di belakang
sendiri di pojok. Dalam kegelapan dia menatapku dengan matanya yang tampak
seperti wanita yang menahan tangisan. Antara senang dan bingung, aku mulai
memainkan laguku.
“geunal bameun naega neomu sibhaesseo,
niga jinjjaro tteonagal juleun
mollasseo
naega mianhae i mal hanmadi eoryeowoseo, urin kkeutkka ji ga na
seonggyaki deoreowoso
maldo an dwineun illo datugireul haruyedo susip beon
neon ulmyeonseo ttwichyeonaga nan juwireul duriban
dasi dol-a-o-getji naeilimyeon bunmyeong meonjeo yeonraki ogetji ichimimyeon”
mollasseo
naega mianhae i mal hanmadi eoryeowoseo, urin kkeutkka ji ga na
seonggyaki deoreowoso
maldo an dwineun illo datugireul haruyedo susip beon
neon ulmyeonseo ttwichyeonaga nan juwireul duriban
dasi dol-a-o-getji naeilimyeon bunmyeong meonjeo yeonraki ogetji ichimimyeon”
Aku terus
mengarahkan tatapanku pada Sae In. dan aku menyadari kalau dia meneteskan air
mata. Entah kenapa. Apakah laguku yang terlalu bagus atau karena justru sangat
jelek? Kami terus bertukar pandang. Namun sepertinya hanya aku yang menatapnya.
Sementara dia menatap kekosongan.
“naega saranghaneun naneun sorry Im a bad
boy sorry Im a bad boy ….
geurae charari tteona jal gayo youre a good girl youre a good girl….
naega saranghaneun naneun sorry Im a bad boy sorry Im a bad boy…
geurae charari tteona jal gayo youre a good girl youre a good girl….”
geurae charari tteona jal gayo youre a good girl youre a good girl….
naega saranghaneun naneun sorry Im a bad boy sorry Im a bad boy…
geurae charari tteona jal gayo youre a good girl youre a good girl….”
Laguku berhenti. Aku juga berhenti bernyanyi.
Dia langsung merunduk. Gadis itu, gadis yang telah membuatku terpana hanya
dengan sekali menatapnya itu tampak mengusap air matanya. Sepertinya dia baru
sadar kalau dia menangis tadi.
Sae In dan aku berjalan keluar kafe dalam
diam. Aku ingin bertanya apakah laguku tadi jelek atau tidak. Tapi mengingat
dia menatapku kosong sambil menangis seperti itu membuatku mengurungkan niatku.
Aku ingat ketika aku melihatnya berada di
halte bersamaku dan dia tidak melihatku. Hanya aku saja yang melihatnya. Namun
meskipun begitu, entah kenapa aku langsung jatuh hati padanya. Tanpa memikirkan
hal lain aku ingin sekali mendekatinya. Dan sepertinya tuhan memberiku
kesempatan.
Kejadian di bis waktu itu sebenarnya karena
aku memperhatikan Sae In terus menerus. Sehingga aku bisa tau apa saja yang dia
lakukan dan apa-apa saja yang terjadi di sekitarnya. Dan Tuhanpun memberikan
kesempatan lagi, Sae In memanggilku ketika aku keluar dari halte itu.
Sebenarnya aku turun di halte yang sama dengan pria pencopet tadi. Tapi karena
Sae In, aku rela berjalan kaki lebih jauh lagi dan turun bersamanya di halte
itu.
Ketika Sae In memanggilku, rasanya jantungku
meledak-ledak bahagia. Rencana tak terdugaku berhasil dengan sukses dan
sekarang, sepertinya, aku telah menjadi temannya.
“Maaf karena membuatmu pulang selarut ini,
seongsaenim.”ujarku memulai pembicaraan. Karena sepertinya mulai ada
kecanggungan diantara kami berdua.
“Ah, tidak masalah. Aku sudah biasa.”jawab
Sae In tampak tidak bersemangat.
“Maaf jika ini menyinggungmu,”balasku, “aku
masih penasaran apakah seongsaenim ini benar-benar lebih muda dariku atau
tidak.”
Sae In menoleh dan aku merasakan tatapan
tidak percaya dari matanya, “mwo?”
Aku berusaha tersenyum biasa. Sebenarnya aku
menahan tawa melihat ekpresi tersinggungnya barusan. Memang ini yang
kuharapkan. Aku berharap dia menampilkan ekpresi santainya agar pembicaraan
diantara kami berdua berlangsung dengan mudah.
“Memang kau lahir di tahun apa?”tanya Sae In
tidak mau kalah. Sepertinya dia ingin tampak lebih muda dariku. Tidak masalah.
Aku juga suka kok pada dongsaeng.
“Kau tidak lihat namaku? Bukankah namaku
memiliki arti naga?”tanyaku.
Dia menatapku, berpikir. “Kwon… Ji…Yong. Ji
Yong. ah!”dia tampak terkejut, “kau mempunyai tahun lahir yang sama denganku?”
(Yong artinya naga dalam bahasa Korea, nama itu mungkin diambil dari tahun
kelahiran jiyong yaitu tahun naga, tahun naga yang paling mungkin Cuma 1988,
tahun lahir nya Kwon Jiyong Big Bang^^)
Kini giliranku yang tampak kaget, “kau lahir
tahun 1988?” kami berdua saling menatap heran kemudian kami tertawa bersama.
Rasanya konyol sekali dan sepertinya, ini adalah kebetulan yang menyenangkan.
“Lalu, kau lahir bulan apa?”tanya Sae In
lagi.
“Aku lahir bulan Agustus.”jawab Jiyong,
“bagaimana denganmu?”
“Aaah, aku masih lebih muda.”sindir Sae In
sambil tersenyum puas, “aku lahir bulan Desember.”
“Yaah, padahal kebanyakan namja Korea lebih
suka noona daripada dongsaeng.”balasku mencoba menyindir lebih tajam. Tiba-tiba
Sae In melirik jauh lebih tajam daripada sindiranku tadi. Aku menggigit bibir
bawahku sendiri seperti yang biasa kulakukan kalau sedang gugup. Lama-lama
situasi ini jadi begitu menegangkan.
“Benarkah?”tanya Sae In horror. Aku menatap
wajahnya yang berapi-api seakan-akan marah dan tidak terima kalau namja-namja
Korea banyak yang suka noona. Apa itu berarti dia tidak terima kalau aku lebih
suka noona daripada dongsaeng? Tiba-tiba berkelebat pikiran-pikiran geer
dikepalaku.
“Emmm, memang tidak semua sih…”ujarku,
berusaha menenangkan Sae In secara tidak langsung. Sae in yang awalnya
melirikku dengan tajam kemudian mengerling ke arah lain.
-Author POV-
Taeyang tersedak ketika mendengar pengakuan
temannya itu. Sorim diam saja dan tampak sok imut seperti biasa.
“Benarkah itu Taeyang? Apakah semua namja
Korea itu Cuma menyukai noona?”tanya Sae In untuk yang kesekianpuluhkalinya.
“Siapa yang mengatakan itu padamu, eonni?”tanya
Sorim, “manamungkin ‘semua’.”
“Bukankah, aku tidak tau siapa dan apa saja
yang ditemukan oleh Seunghyun di Amerika?”gumam Sae In makin tampak murung.
“Tunggu, tunggu dulu,”sergah Taeyang mulai
memahami maksud pertanyaan Sae In, “jadi kau pikir selama Seunghyun-hyung ada
di Amerika, dia akan mengejar wanita-wanita yang lebih tua darinya, begitu? Kau
merasa karena kau lebih muda daripada Seunghyun-hyung makanya kau jadi
kalangkabut saat mendengar ‘semua namja Korea suka noona’ begitu?”tanya Taeyang
sambil mengendus tidak percaya.
“Bukankah mantan pacarmu juga seorang noona?
Bukankah mantannya Daesung seorang noona? Bukankah mantannya Seungri seorang
noona?”tanya Sae In yang terus memojokkan. (bagian ini tidak ada hubungannya
dengan kehidupan asli personil bigbang, alias gw gatau ini mantan-mantannya
Daesung Taeyang Seungri tu noona ato bukan)
“Itu terdengar agak tidak masuk akal,
eonni!”pekik Sorim akhirnya membela Taeyang, “kau tau seperti apa Seunghyun
oppa saat mengejar-ngejar dirimu. Sampai-sampai kau bilang kau bosan mendengar
kata-katanya bahwa dia sangat menyukaimu.”
“Memangnya siapa mantanku yang lebih tua
dariku?!”sambung Taeyang.
“Bagaimana dengan Park Bom?”balas Sae In.
(okedah ini ngaco berat)
Sepertinya Taeyang barusaja terkena mantra
sihir hitam yang membuatnya mau tidak mau harus diam karena tercekat kata-kata
Sae In. sorim menganga tidak percaya, “Taeyang oppa pernah pacaran dengan Park
Bom eonni?!”
“YYYYA! Tentu saja tidak!”jawab Taeyang
ragu-ragu.
“Jadi, bukannya tidak mungkin kan kalau
Seunghyun juga mencari wanita lain?”
“Sunny-a, sebenarnya kau ini mengatakan hal
ini untuk melepaskan diri dari Seunghyun atau apa?”tanya Taeyang yang
sepertinya kini memenangkan pertengkaran. Sae in diam. Taeyang benar. Kenapa
tiba-tiba ia jadi begitu agresif soal hal semacam ini? Dia sudah mempercayai
Seunghyun hampir 2 tahun dan hanya karena Jiyong mengajaknya bercanda soal
‘namja Korea lebih suka noona’ dia langsung mendramatisir semuanya seolah dia
jadi benar-benar tidak bisa mempercayai Seunghyun lagi.
Sae In meneteskan air matanya. Sementara
Sorim yang daritadi hanya melihat dengan kebingungan mendadak gemetar dan
menjadi ingin menangis juga. Dia memang paling tidak tahan jika ada orang yang
menangis.
“E…eonni…”panggil Sorim terbata-bata, Taeyang
hanya menatap Sae In dengan ragu, “kau tidak apa-apa, eonni?”
Sae in tidak mengerti kenapa ia tiba-tiba
jadi begitu egois. Apakah karena kini hatinya telah terbelah menjadi dua?
Apakah karena Jiyong datang dan merusak segalanya?
-To Be Continued-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar